Selasa, 31 Agustus 2010

Universitas Muhammadiyah Malang Tak Menerima Mahasiswa Malaysia

Meski tak ada kaitan dengan memanasnya hubungan Indonesia-Malaysia, namun Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) memiliki kebijakan tegas terhadap mahasiswa asal negara tetangga tersebut. UMM menolak mahasiswa asal Malaysia untuk kuliah di fakultas kedokteran (FK) dan fakultas farmasi.

Rektor UMM Muhadjir Effendy M.Ap beralasan bahwa mahasiswa Malaysia tidak berhak untuk menggunakan fasilitas mahal dan canggih di dua fakultas tersebut. Selain itu, kehadiran mereka bisa mempersempit peluang mahasiswa lokal untuk menjadi dokter dan tenaga farmasi.

Muhadjir mengatakan, selama ini universitas negeri di Malaysia saja tidak pernah memberi kesempatan bagi pelajar asing. “Jadi, kami juga berhak untuk menolak mahasiswa Malaysia untuk kuliah di sini,” ujarnya kemarin.

Namun, tambah dia, penolakan terhadap mahasiswa Malaysia itu bukan atas dasar sentimen setelah hubungan Indonesia-Malaysia akhir-akhir ini memanas. “Bukan hanya mahasiswa Malaysia, semua mahasiswa asing tidak kami perbolehkan untuk kuliah di FK dan farmasi,” jelasnya. “Sejak empat tahun lalu, kedua fakultas itu belum pernah menerima mahasiswa asing,” tambah dia.

Dijelaskan, kedua fakultas itu mempunyai fasilitas-fasilitas yang canggih dan berbiaya mahal. Fasilitas-fasilitas tersebut dilarang keras untuk dipergunakan orang asing. Langkah seperti ini sudah diterapkan oleh banyak negara maju di Eropa, seperti Inggris.

Diakui, jika ditinjau dari segi pemasukan, mahasiswa asing memang lebih menjanjikan karena mereka biasanya membayar lebih tinggi daripada mahasiswa lokal. “Tapi, kami bukan kampus yang berorientasi seperti itu (finansial, Red),” tegasnya. Secara moral UMM harus memprioritaskan mahasiswa-mahasiswa lokal.

Dia memandang dalam kenyataan yang ada, Indonesia masih kekurangan tenaga dokter. Karena itu, bukan langkah yang bijak jika UMM membuka kran selebar-lebarnya bagi mahasiswa asing, khususnya bagi calon dokter dari negara lain. “Semestinya kita cukupi dulu kebutuhan dokter di tanah air. Dokternya pun sebaiknya berasal dari bangsa sendiri,” harapnya.

Sedangkan pelarangan itu hanya berlaku untuk FK dan farmasi. “Selain dua fakultas itu, kami persilakan mahasiswa asing untuk belajar di sini,” ujarnya. Perlu diketahui, di tahun ajaran 2010/2011 ini, UMM memiliki 13 mahasiswa asing yang tersebar di berbagai fakultas, kecuali FK dan farmasi.





Berbanding terbalik dengan UMM, Universitas Brawijaya (UB) justru memberi kesempatan seluas-luasnya kepada mahasiswa asing untuk belajar di fakultas manapun, tak terkecuali FK dan farmasi. Pihak universitas beralasan, saat ini UB telah go international, sehingga tidak ada alasan untuk melarang mahasiswa asing kuliah di UB. “Kami tidak memiliki kebijakan untuk melarang maupun membatasi mahasiswa asing,” ujar Pembantu Rektor I Prof Dr Bambang Suharto.

Namun, dia menegaskan bahwa mahasiswa asing yang diterima di UB adalah mereka yang berkualitas. “Jadi, bukan asing-asingan (tidak bermutu, Red),” ujarnya. Seperti halnya mahasiswa lokal, mereka juga harus melalui proses seleksi atau tes sebelum diterima menjadi mahasiswa UB.

Keberadaan mahasiswa asing itu, selain memperkuat nuansa internasional di UB, juga akan meningkatkan persaingan di kalangan mahasiswa. “Jadi, output-nya nanti pasti lebih berkualitas dan mahasiswa lokal akan terpacu untuk bersaing,” ungkapnya.

Sedangkan untuk ajaran tahun ini di fakultas kedokteran ada sekitar 18 mahasiswa asing dari total 1.102 mahasiswa. Namun, Bambang tidak mau menyebutkan apakah di antara 18 mahasiswa asing itu ada yang berasal dari Malaysia atau tidak.

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008